Welcome to my Blog... :) Cupapacupa...!
With me,, irza :) :)

Sabtu, 26 Maret 2011

Identitas Indonesia(negara dunia ketiga) dalam Tatanan Dunia Modern dalam Kajian Postkolonial

Genida Wahyu O/0911240009
A-HI 3
Identitas Indonesia(negara dunia ketiga) dalam Tatanan Dunia Modern dalam Kajian Postkolonial
Abstrak
Jurnal ini mengkaji permasalahan identitas negara Indonesia dalam tatanan dunia modern yang mana dibawah kekuasaan hegemon, dengan menggunakan pendekatan poskolonial. Identitas merupakan sesuatu yang dibentuk oleh pengalaman sejarah, dan tatanan yang dijalankan. Indonesia sebagai negara yang pernah mengalami kolonialisasi dan dalam tatanan dunia modern yang mana masih menjalankan bentuk-bentuk pembedaan pengkelasan antara dunia pertama”beradab” dan dunia ketiga”terbelakang” sebagai sebuah upaya dominasi sebagaimana yang terjadi pada masa colonial, mempengaruhi perilaku politik yang menunjukan identitas inferior negara dunia ketiga (Indonesia). Yang mana hal ini tidak lepas dari wacana yang dibuat oleh hegemon dunia dalam melihat Indonesia yang mempengaruhi pembentukan identitas Indonesia.
Keywords: Dominasi, Hegemon, Identitas, Inferior, Kolonial.

1. Pendahuluan

Sekitar tahun 1945 setelah berakhirnya Perang Dunia, dunia mulai memasuki era dekolonialisasi. Era ini ditandai dengan munculnya negara-negara baru yang merdeka dari penjajah. Negara-negara baru yang merdeka pada saat itu terdapat di benua Asia dan Afrika. Salah satu dari banyak negara yang memerdekakan diri pada saat itu adalah Indonesia.

Indonesia dalam sejarahnya mengalami penjajahan yang sangat panjang. Era penjajahan colonialism pertama diawalai dengan masuknya bangsa Eropa(Spanyol, Portugis, Belanda) untuk mencari rempah-rempah. Dari ketiga bangsa Eropa yang menjajah Indonesia, negara Belanda merupakan negara yang menjajah Indonesia dalam kurun waktu 3,5 abad. Dalam kurun waktu penajajahan tersebut penajajah(Belanda) melakukan berbagai upaya-upaya dalam bentuk kebijakan-kebijakan dengan tujuan memperluas dan penguatan wilayah jajahan di Indonesia. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan dengan adanya pembagian kelas sosial dalam sistem administrasi penjajah yang mana orang-orang Indonesia biasa menjadi warga negara kelas tiga, yang diidentikan sebagai budak, pekerja kasar, tidak berpendidikan. Selain itu, dengan adanya ekspansi penjajah Eropa ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia mereka juga memperluas, dan menekankan mengenai pembedaan identitas dari negara mereka bahwa mereka eksklusif.

Namun setelah dunia memasuki masa dekolonialisasi tatanan dunia dikonstruksi oleh struktur yang didasarkan oleh kekusaan ekonomi, dan munculnya hegemoni Amerika Serikat. Upaya-upaya penjajahan secara fisik seperti apa yang telah dilakukan Belanda pada masa colonial, namun adanya penguasaan kekuataan ekonomi, militer, pengetahuan masih digunakan Barat dalam upaya melanjutkan colonial model baru”neo colonial” sebagai akibat berkembangnya kapitalis. Indonesia sebagai negara yang pernah merasakan penjajahan pada masa colonial dan telah merdeka yang mana kemudian dihadapakan pada tatanan dunia modern saat ini. Tatanan dunia modern yang memunculkan wacana negara “Dunia Pertama” dan negara “Dunia Ketiga” yang mana memberikan pengaruh pada identitas negara khususnya Indonesia.

Adanya fenomena tersebut mempengaruhi identitas Indonesia dalam upaya menunjukkan keiindonesian namun disisi lain juga berhadapan pada masih berlansungnya nilai-nilai colonial dalam bentuk yang baru dalam lingkungan internasional,maupun dalam negara Indonesia. Dengan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengangkat mengenai identitas Indonesia dalam posisi negara postcolonial dihadapkan pada tatanan dunia yang masih memproduksi kembali model-model baru colonial dengan wacana negara “Dunia Pertama” dan negara “ Dunia Ketiga”.

2. Rumusan Masalah

Adanya sejarah penjajahan di Indonesia menjadi dasar negara Indonesia dapat disebut sebagai negara poskolonial yang mana berpengaruh pada indentitas negara Indonesia. Masuknya dunia pada masa dekolonialisasi yang mana terbentuk tatanan dunia modern, juga diikuti dengan munculnya model neo colonialism juga memberi pengaruh pada identitas Indonesia. Dari pernyataan ini maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
• Bagaimana pendekatan poskolonial melihat identitas negara Indonesia sebagai negara dunia ketiga dalam tatanan Modern ?

3. Pembahasan

Permasalahan identitas Indonesia sebagai negara poskolonial dalam tatanan dunia modern setelah dekolonialisasi yang ditandai dengan adanya hegemoni negara Amerika dalam stuktur dunia Internasional. Adanya ambivalensi dalam diri negara poskolonial dalam identitasnya yang dipengaruhi pengalaman sejarah penjajahan dan pada masa saat ini dihadapkan pada reproduksi colonial-kapitalis yang dilakukan negara hegemon, dilihat adanya struktur yang membagi dengan sebutan negara “Dunia Pertama” diidentikan dengan negara-negara kaya, maju, Eropa(Barat), dan disisi lain negara “dunia ketiga” miskin, kurang berpendidikan, terbelakang, negara merdeka setelah perand dunia 2, Indonesia digolongkan sebagai negara dunia ketiga yang dilihat melalui kajian poskolonial.

Kajian poskolonial merupakan salah satu cabang kajian dari reflektivis dalam studi Hubungan Internasional. Dalam kajian poskolonial ini mengkaji mengenai kritik-kritik terhadap model colonialisasi yang terjadi, yang mana lebih memberikan perhatian pada negara-negara bekas penjajahan dalam melihat perjuangan mereka. Dalam kajian poskolonial juga dipengaruhi oleh pendekatan-pendekatan lain seperti, post-strukturalis, postmodernism, teori kritis.

Istilah postcolonial berasal dari post yang berarti kejadian setelah, dan colonial yang mana menurut Oxford English Dictionary berasal dari kata Romawi yang berarti tanah pertanian atau pemukiman, yang lebih dalam diartikan sebagai sebuah pemukiman dalam sebuah negeri baru…sekumpulan orang yang bermukim dalam sebuah lokalitas baru, membentuk sebuah komunitas yang tunduk dan terhubung dengan negara asal mereka; komunitas yang dibentuk seperti itu, terdiri dari para pemukim asli dan para keturunan mereka dan pengganti-penggantinya, selama hubungan dengan negara asal masih dipertahankan .

Penggabungan makna ini mendapat kritikan karena hal tersebut tidak relevan dengan apa yang terjadi bahwa masih ada ketimpangan antara negara yang satu dengan yang lain dalam dunia internasional. Sehingga dalam pengertian mengenai Postkolonial masih terdapat perdebatan diantara para pemikir, berikut ini definisi poskolonial menurut Ziauddin Sardar dan Borin van Loon dalam Cultural Studies for Beginner (1997), poskolonial menganalisis fakta sejarah kolonialisme Eropa yang dilanjutkan dengan membentuk hubungan relasi antara Barat dan Timur setelah bekas jajahan memperoleh kemerdekaan mereka. Poskolonial menggambarkan proses perlawanan dan rekonstruksi yang terus menerus dilakukan oleh Timur. Teori poskolonial menggali pengalaman-pengalaman tentang penindasan, perlawanan, ras, gender, representasi, migrasi, sejarah, filsafat, ilmu pengetahuan, dan linguistik. Poskolonial juga dapat diartikan sebagai suatu perlawanan terhadap dominasi kolonialisme dan warisan-warisan kolonialisme.

Dalam kaitannya dengan permasalahan yang diangkat dalam jurnal dengan judul Identitas Indonesia(negara dunia ketiga) dalam Tatanan Dunia Modern dalam Kajian Postkolonial ini terdapat beberapa pemikiran dari para tokoh yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki relevansi untuk dapat digunakan sebagai landasan teori. Pemikiran-pemikiran para tokoh menjadi acuan dalam jurnal ini meliputi, wacana (orientalism), identitas, hibridisasi.

Colonialism yang terjadi memberikan pengaruh pada pembentukan identitas, identitas dari yang terjajah dijelaskan melalui karya Kulit Hitam, Topeng-topeng Putih menyatakan bahwa rakyat terjajah itu bukan hanya mereka yang kerjanya telah dirampas, tetapi juga mereka yang “dalam jiwanya telah diciptakan kompleks inferioritas yang diakibatkan oleh kematian dan penguburan orisinilitas budaya lokal mereka(Fanon,1967:18).

Selain itu David Campbell,1992 menyatakan bahwa Identitas-baik personal maupun kolektif—tidaklah diramu oleh alam, diberikan oleh Tuhan, atau direncanakan dengan perilaku yang disengaja. Tetapi, identitas itu mengemuka karena keterkaitannya dengan perbedaan. Tetapi perbedaan juga tidak diramu oleh alam, diberikan oleh Tuhan, atau direncanakan dengan perilaku yang disengaja. Munculnya perbedaan itu terkait dengan identitas. Sehingga, persoalan identitas/perbedaan tidak memiliki landasan yang hadir sebelum dan berada di luar operasinya. Baik kita berbicara tentang ‘tubuh’ maupun tentang ‘negara’, atau tentang badan dan negara tertentu, setiap identitas dibentuk secara performatif. Lagi pula, identitas diperoleh melalui penegasan perbatasan yang berfungsi mendemarkasi ’dalam ‘ dengan ‘luar’,’diri’(self) dengan ‘yang lain’(other),’domestik’ dengan ’asing’.

Pembentukan identitas ini tidak terlepas dari pengaruh wacana merupakan hasil dari studi, yang mana membentuk pemikiran dan pengaruh secara psikologis kepada terjajah. Hal ini secara secara langsung maupun tidak langsung tersirat dari pemikiran Edward W Said dalam karyanya yang terkenal yaitu Orientalism( 1978: 45-46) studi atas Timur itu tidak objektif melainkan suatu visi atas realitas yang strukturnya mengemukakan perbedaan antara yang dikenal( Eropa, Barat, “kita”) dan yang asing (Orient, Timur, “mereka”)…. Ketika orang menggunakan kategori – kategori seperti Oriental dan Barat baik sebagai titik awal dan maupun titik akhir dari analisis, riset, kebijakan public… maka hasilnya biasanya memolarisasikan perbedaan – yang Timur menjadi semakin Timur, yang Barat semakin Barat – dan membatasi pertemuan manusiawi antara berbagai budaya, tradisi, dan masyarakat yang berbeda.

Identitas yang dibentuk ini juga dipengaruhi adanya sistem kekuasaan yang masih memproduksi model-model colonial sebelumnya. Hal ini yang ditangkap dari pemikiran atau gagasan Focault,1990:93 yang mana menegaskan bahwa setelah abad kesembilan belas(yang dikatakannya telah mengantarkan epoch”modern”), struktur-struktur dominan masyarakat – masyarakat Barat memproduksi diri mereka dengan bekerja diam-diam bukannya secara terang-terangan terhadap subjek manusia dan terutama terhadap tubuh manusia. Makhluk – makhluk manusia ini menyerap sistem – sitem penindasan dan menirunya dengan menuruti gagasan-gagasan tertentu tentang apa yang normal dan apa yang menyimpang. Jadi, gagasan kita tentang kegilaan, kriminalitas atau seksualitas itu diatur melalui lembaga – lembaga seperti rumah sakit jiwa atau penjara, dan juga oleh “aturan-aturan” ideologis tertentu. Kekusaan tidak muncul dari suatu struktur sentral atau hierarkis, melainkan melalui masyarakat secara kapiler: “Kekuasaan ada dimana – mana, bukan karena ia menguasai segalanya, tetapi karena ia berasal dari mana.”

Selain hal tersebut permasalahn identitas juga mencakup adanya hiriditas, seperti dikemukakan oleh pemikiri poskol berikut ini. Permasalahan paling utama masyarakat terjajah dalam menghadapi wacana penjajah adalah masalah emansipasi, peningkatan martabat dan harga diri agar sejajar dengan si penjajah melalui proses peniruan diri atau mimikri (Homi K. Bhabha, 1994).

4. Analisis Penulis

Identitas seperti yang dikatakan dalam gagasan Foucoult bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak didapatkan dengan sendiri, melainkan sesuatu yang dibuat. Dalam negara poskolonial yang memiliki latar belakang sebagai negara bekas jajahan. Banyak pengaruh – pengaruh dan kebijakan selama penjajahan dalam masa tersebut yang dibuat untuk membentuk tatanan yang mana kaum penjajah (Barat) memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari yang terjajah sebagai upaya untuk menguasai wilayah jajahan. Dalam masa penjajahan yang terjadi di Indonesia masyarakat Indonesia dijadikan warga negara kelas tiga yang mana dipekerjakan pada sector- sector kasar dan rendah. Penerapan kebijakan pengkelasan pada masa tersebut yang didasarkan pada warna kulit.

Setelah memasuki masa dekolonialisasi setelah perang Dunia II muncul sebuah wacana terkait negara Dunia Ketiga yang mana munculnya hal ini tidak dapat dilepaskan dari negara hegemon dunia. Walaupun secara fisik bentuk penjajahan telah hilang namun upaya-upaya negara Barat dalam menjalin hubungan dengan negara bekas koloni masih ada sebagai upaya mempertahankan dominasi. Wacana dunia ketiga ini menunjukkan masih adanya bentuk – bentuk dari negara Barat/ Hegemon dalam melakukan model pendeterminasian pada negara – negara postcolonial atu negara dunia ketiga. Wacana negara dunia ketiga pada tatanan dunia modern merupakan bentuk dari masih “direproduksinya” pembedaan antara negara Barat ”Superior” dan negara dunia ketiga “Inferior”. Walaupun dasar pembedaan ini bukan lagi perbedaan warna kulit, melainkan kondisi negara. Hal ini tidak terlepas dari adanya hegemoni dalam tatanan dunia yang mana mempunyai kekuasaan yang didukung oleh kekuatan ekonomi, militer, pengetahuan dalam memberikan konstruksi dari sebuah wacana yang digulirkan yang mana hal ini menjadi sebuah pembenaran karena didukung oleh kekuasaan yang memberikan pengaruh pada negara-negara yang di bawah dalam tatanan tersebut, menerima konsep dari yang diwacanakan yang dilekatkan sebagai sebuah identitasnya.

Indonesia sebagai negara yang pernah mengalami penjajahan dan mengalami dekolonialisasi setelah Perang Dunia 2 memiliki kajian yang menarik terkait dengan identitas. Dalam negara poskolonial seperti Indonesia adanya keinginan untuk mensejajarkan diri dengan negara lain terlebih negara yang menjajah, menimbulkan upaya-upaya untuk menjadi atau meniru seperti negara penjajah yang disebut dengan mimikri dalam gagasan Homi K. Bhabha. Keinginan ini membuat Indonesia secara sadar maupun tidak melakukan hal-hal yang justru melanjutkan pembentukan identitas yang dibuat oleh penjajah pada masa colonial. Kemerdekaan yang didapatkan oleh Indonesia memberikan kebebasan dari penjajahan secara fisik atau wilayah. Kemerdekaan ini memberikan pengaruh pada bagaimana Indonesia melihat potensi yang dimiliki sebagai sebuah pembentuk identitas sebagai negara yang kaya akan potensi sumber daya alam. Namun hal ini tidak memberikan pengaruh pada upaya menunjukan identitas Indonesia dalam tatanan dunia yang mana dalam lingkup internasional masih adanya pembedaan-pembedaan antara “Barat” dan “Timur” , “Dunia Pertama” dan “Dunia Ketiga” yang merupakan peninggalan masa colonial dibawah hegemoni(Amerika Serikat). Dunia ketiga diidentikan sebagai negara-negara baru(yang merdeka setelah PD II), menglami keterbelangkangan ekonomi, kekurangan, yang mana merupak wilayah yang membutuhkan kesejahteraan dan keahlian ‘Barat’, Barat dijadikan sebagai acuan menampilkan kemajuan dan kesempurnaan yang mana bertolak belakang dengan Dunia Ketiga, hal ini menyebabkan Dunia Ketiga menjadi obk=jek belas kasihan ‘Barat’. Identitas Indonesia lebih ditunjukkan sebagai suatu negara yang inferior dengan pemosisian atau pengidentifikasian Barat atau Hegemon dalam melihat Indonesia sebagai negara ketiga. Ini membuat perilaku Indonesia dalam dunia Internasional terbatasi hanya dalam lingkup sebagai identitas negara ketiga yang menunjukkan inferioritas.

5. Penutup

Identitas merupakan sesuatu yang dibentuk dari adanya pembedaan . Identitas Indonesia(negara dunia ketiga) merupakan pembentukan dari tatanan dunia yang mereproduksi model pembedaan yang dilakukan pada masa colonial, yang mana pada tatanan dunia saat ini tidak berdasarkan pada perbedaan warna kulit. Pembedaan tatanan saat ini membagi negara-negara dalam Dunia Pertama(maju, superior) dan Dunia Ketiga(terbelakang, inferior)yang mana hal ini merupakan upaya dominasi ‘Barat’ yang diwakilkan sebagai Dunia Pertama untuk dapat selalu memiliki hubungan dengan wilayah bekas jajahan, Indonesia diidentifikasikan sebagai negara dunia ketiga melalui wacana yang didukung kekusaan didalamnya sehingg diterima menjadi sesuatu yang normal dan diterima. Sehingga identitas Indonesia sebagai negara dunia ketiga ini memberikan pengaruh pada sikap inferior dalam tatanan dunia internasional.


Daftar Pustaka
Loomba,Ania.2003.Kolonialisme/Pascakolonialisme.Yogyakarta:Bentang Budaya
Philpott,Simon.2003.Meruntukan Indonesia: Politik Postkolonial dan Otoritarianisme.Yogyakarta:LKiS
Sutrisno,Mudji.Putranto,Hendra.2004.Hermeneutika Pascakoloniali: Soal Identitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
http://www.tembi.org/majalah-prev/2001_07_buku.htm

facebook.genida wahyu oksapon